Minyak Sereh
Komponen kimia dalam minyak sereh wangi
cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan
garaniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum,
serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun
utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa
faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga
tinggi.(Harris, 1987) Komposisi minyak sereh wangi ada yang terdiri dari
beberapa komponen, ada yang mempunyai 30 – 40 komponen, yang isinya
antara, lain alkohol, hidrokarbon, ester, alaehid, keton, oxida,
lactone, terpene dan sebagainya., Menurut Guenther (1950), komponen
utama penyusun minyak sereh wangi adalah sebagai berikut,
1.Geraniol ( C10H18O )
Geraniol merupakan persenyawaan yang
terdiri dari 2 molekul isoprene dan 1 molekul air, dengan rumus bangun
adalah sebagai berikut :
2. Sitronellol ( C10H20O )
Rumus bangunnya adalah sebagai berikut:
3. Sitronellal (C10H16O)
Rumus bangunnya adalah sebagai berikut:
Susunan kimia serehwangi yang ditanam di adalah seperti pada tabel-1.
Proses Penyulingan Minyak Sereh Wangi
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah
menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal
komposisi dan titik cairnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat
diekstrak dengan 4 macam cara, yaitu: Penyulingan (Destilation),
Pressing (Eks-pression), Ekstraksi dengan pelarut (Solvent ekstraksion)
dan Absorbsi oleh menguap lemak padat (Enfleurage). Cara yang tepat
untuk pengambilan minyak dari daun sereh adalah dengan cara penyulingan
(Destilation). (Ames dan Matthews, 1968).
Penyulingan adalah proses pemisahan
komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau
lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan
terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air minyak sereh wangi.
(Stephen, 1948).
Jumlah minyak yang menguap bersama-sama
uap air ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: besarnya tekanan uap yang
digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan
kecepatan minyak yang keluar dari bahan. (Satyadiwiria, 1979).
Semakin cepat aliran uap air dalam ketel
suling, maka jumlah minyak yang dihasilkan per kg kondensat uap semakin
rendah, sebaliknya semakin lambat gerakan uap dalam ketel maka waktu
penyulingan lebih lama dan rendemen minyak per jam rendah.
Sebagai bahan bakar penyulingan, para
yuling biasanya menggunakan kayu bakar, namun untuk mengurangi biaya
produksi para penyuling lebih penuh kebanyakan menggunakan ampas hasil
sulingan. (Satyadiwiria, 1979)
Proses ekstraksi minyak pada permulaan
penyulingan berlangsung cepat, dan secara bertahap semakin lambat sampai
kita-kita 2/3 minyak telah tersuling. (Ketaren dan B. Djatmiko, 1978).
Rendemen minyak yang dihasilkan dari daun
sereh tergantung dari bermacam-macam faktor antara lain: iklim,
kesuburan tanah, umur tanaman dan cara penyulingan. Rendemen dipengaruhi
oleh musim rata 0,7 % dan musim hujan 0,5 %. Menurut De Jong rendemen
minyak dari daun segar sekitar 0,5 – 1,2%, dan rendemen minyak di musim
kemarau lebih tinggi dari pada di musim hujan. Daun sereh jenis lenabatu
menghasilkan rendemen minyak 0,5 %.(Anonimous, 1970).
Berdasarkan pengamatan, tidak semua
petani pengolah dapat menghasilkan minyak sereh wangi bermutu tinggi,
karena daun sereh wangi yang disuling sering bercampur dengan
rumput-rumputan atau karena daun yang dipanen terlalu muda atau terlalu
tua. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang maksimum, biasanya para
penyuling skala rakyat mengeringkan daun di bawah sinar matahari selama :
3 – 4 jam dan lama penyulingan diatur sedemikian rupa, sehingga
komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkwalitas baik. Tetapi
cara ini akan menghasilkan mutu minyak sereh wangi yang rendah.
(Ketaren, 1985)
Penyulingan minyak sereh wangi di
Indonesia biasanya dilakukan dengan menggunakan uap air yaitu dengan dua
cara, secara langsung dan secara tidak langsung.
Pada penyulingan secara langsung, bahan
atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air,
dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati
penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan tetapi ternyata
mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung
dapat mengakibatkan teroksidasi dan terhidrolisis, selain itu
menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki.
Pada penyulingan secara tidak langsung,
yaitu dengan cara memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak.
Bahan tumbuhan diletakkan ditempat tersendiri yang dialiri uap air, atau
secara lebih sederhana bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih.
(Harris, 1987) Pada awal penyulingan, akan tersuling sejumlah besar
geraniol dan sitronellal, sedangkan pada penyulingan lebih lanjut, total
geraniol dan sitronellal yang dihasilkan semakin berkurang. Berdasarkan
pengalaman pada penyulingan 4,5 jam akan menghasilkan minyak sereh
wangi dengan kadar geraniol maksimum 85 persen dan sixronellal 35
persen. Dengan demikian penyulingan diatas 4,5 jam (5- 6) jam tidak akan
menambah kadar kedua zat tersebut. Lama penyulingan tergantung dari
tekanan uap yang dipergunakan dan faktor kondisi terutama kadar air daun
sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang dipergunakan tidak boleh terlalu
tinggi, karena pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan
terdekomposisi, terutama pada waktu penyulingan yang terlalu lama. Suatu
hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh adalah agar suhu dan
tekanan tetap seragam dan tidak menurun secara tiba-tiba selama proses
berlangsung. (Virmani dan S.C Bath, 1971).
Komposisi sitronellal, sitronellol dan
geraniol dari hasil penyulingan daun sereh wangi varietas G-2 selama 4
jam dapat dilihat pada tabel-2.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
kadar sitronellal lebih cepat turun dibandingkan dengan kadar
sitronellol dan geraniol (pada penyulingan jam kedua kadar sitronellal
sudah turun sedangkan kadar geraniol turun pada penyulingan jam ketiga
dan kadar sitronellol turun pada jam keempat).
Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi
Penyebab bau utama yang menyenangkan pada
minyak sereh wangi adalah sitromellal, yang merupakan bahan dasar untuk
pembuatan parfum, oleh kerena itu minyak sereh dengan kadar sitronellal
yang tinggi akan lebih digemari. Jenis minyak yang demikian akan
diperoleh dari fraksi pertama penyulingan. Khususnya di Indonesia,
minyak sereh wangi yang diperdagangkan diperoleh dengan cara penyulingan
daun tanaman Cymbopogon nardus. Minyak sereh wangi Indonesia
digolongkan dalam satu jenis mutu utama dengan nama “Java Citronella
Oil”.
Standar mutu minyak sereh wangi untuk
kwalitas ekspor dapat dianalisa menurut kriteria fisik yaitu
berdasarkan: warna, bobot jenis, indeks bias, ataupun secara kimia,
berdasarkan: total geranial, total sitronellal. (Kapoor dan
Krishan,1977)
Minyak sereh wangi tidak memenuhi syarat
ekspor apabila kadar geraniol dan rendah atau mengandung bahan aging.
Kadar geraniol dan sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh
jenis tanaman sereh yang kurang baik, di samping pemeliharaan tanaman
yang kurang baik serta umur tanaman yang terlalu tua. Bahan-bahan daging
yang terdapat dalam minyak sereh wangi berupa lemak, alkohol dan minyak
tanah sering digunakan sebagai bahan pencampur. Bahan ini terdapat
dalam minyak sereh mungkin karena berasal dari bahan kemasan yang
sebelumnya mengandung zat tersebut di atas. (Ketaren den B. Djatmiko,
1978)
Kwalitas minyak berdasarkan kandungan geraniol dan sitronellal dapat digolongkan menjadi 3 golongan seperti pada tabel-4.
- * = persen total geraniol ** = persen total sitronellal

Guenther, E, 1950. The Essential Oil, Volume I, Van Nostrand Company
Inc. New York. Guenther, E, 1950. The Essential Oil, Volume IV Van
Nostrand Company Inc, New York.
Ames G.R [dan] W.S. A Matthews, 1968. The Destilation Of Essential Oil, Trop. Sci.
Anonimous, 1970. Spesification standards essential oil association of USA Inc.
Ketaren, S, 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka Jakarta.
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 21
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 21
Ketaren, S dan B. Djatmiko, 1978. Minyak Atsiri Bersumber Dari Bunga Dan
Buah, Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta IPB, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar